Sunday, September 16, 2012

Dunia Sastra Di Mata Remaja

Tidak heran di zaman serba moderen ini, minat sastra di mata para remaja sudah menurun. Hampir hilang bahkan. Sajak, karya-karya sastra bahkan menulis sebuah puisi saja, sudah jarang saya lihat mereka begitu meminati hal-hal tersebut. Ya, saya sebagian dari mereka. Terus terang saya juga termasuk golongan remaja yang acuh terhadap bidang tersebut. Saya sekarang menduduki bangku SMA di salah satu sekolah di Bogor. Dan saya sendiri memilih jurusan Bahasa sebagai jurusan saya. Mengapa? ya saya sendiri memiliki alasan-alasan tersendiri untuk itu. Awalnya saya begitu keberatan dengan kondisi yang mengharuskan saya mempelajari bidang tersebut. Jujur saja, membosankan. Setelah melewati 1 tahun di masa SMA. Tetap saja cara pikir saya sama "sastra itu membosankan". Namun semakin saya mempelajarinya, rasa ketertarikan saya semakin besar. 

Suatu kali, guru sastra saya memutarkan sebuah film lama. Pasti anda-anda tau dengan film ini "Ada Apa Dengan Cinta". Dalam film ini mereka banyak menggunakan karya-karya sastra. Kata guru saya, film ini salah satu film yang mempromosikan sastra. Dari film ini saya tertarik untuk membaca buku Aku karya Sjuman Djaya. Langsung saja saya meminjam buku ini dari perpustakaan. Walau sebetulnya saya belum membaca semua hasil karya yang tertulis di buku beliau. Namun beberapa karya beliau memang sangat menakjubkan. Beliau bisa menulis sebuah puisi yang berisikan kata-kata puitis namun mudah untuk dimengerti. Apalagi saya bisa di bilang amatir, yang belum bisa mengerti puisi.

Lalu apa yang membuat saya menulis blog ini? 

Menurut saya upaya sekolah untuk membuat para muridnya menjadi tertarik akan sastra, kurang. sangat kurang. Mengapa demikian? karna dari SD dan SMP saya hanya di ajarkan dasar-dasar saja. Itupun, sang guru hanya memerintakan kita untuk menulis sebuah puisi. Lalu saya di beri materi-materinya. Yang menurut saya metodenya kurang membangun minat siswa. Coba saja pemerintah perihatin dengan hal-hal kecil seperti ini.

Lalu apa dampaknya pada kalangan remaja?

Lihat saja mereka, lebih bangga memamerkan bendera-bendera bahkan budaya yang dimiliki negara lain di banding dengan kekayaan yang melimpah kita miliki. Mereka lebih berharap dilahirkan di negara tersebut dibanding menjadi warga Indonesia asli. Apa hubungannya dengan karya sastra? coba sekarang kalian dengarkan lirik-lirik  lagu lokal zaman sekarang. Liriknya begitu dangkal, tidak bermakna bahkan menurut saya sampah. Kalau saja mereka memiliki minat terhadap bahasa Indonesia atau karya-karya sastra Indonesia. Saya yakin, perkembangan zaman tidak akan seburuk ini.